Gunung Olympus. Nama gunung ini sendiri terdengar penuh misteri. Kebanyakan orang mendengar gunung ini dari mitologi dewa-dewa Yunani yang sudah mendunia. Siapa yang tidak tahu Zeus atau Ares, dua dewa yang belakangan ini dipopulerkan oleh Hollywood. Aku sendiri tertarik mengunjungi gunung ini karena reputasinya sebagai gunung para dewa.
Gunung Olympus ini adalah yang tertinggi di Yunani. Gunung ini terletak di bagian utara Yunani, dan menjadi bagian dari taman nasional gunung Olympus yang mencakup seluruh daerah pegunungan ini dan hutan-hutan sekitar.
Ada banyak jalur hiking di daerah gunung ini dengan tingkat kesulitan yang berbeda, termasuk jalur mendaki sampai ke puncak. Karena itu tempat ini ideal untuk semua orang yang suka berjalan di alam. Pondok-pondok gunung yang tersebar di area ini bisa menjadi tempat beristirahat sejenak atau untuk bermalam.
Cara ke sana
Kebanyakan orang akan berhenti dahulu di kota kecil Litochoro sebelum mendaki. Kota ini terletak persis di pinggiran taman nasional Olympus yang adalah basis ideal untuk para pendaki sebelum melanjutkan petualangan ke gunung Olympus.
Cara termudah untuk ke Litochoro adalah dengan mobil, seperti yang kulakukan dengan seorang temanku. Litochoro terletak sekitar 1.5 jam naik mobil dari Tesalonika. Cara lainnya adalah dengan bus dari stasiun bus Macedonia di Tesaloniki, dengan bus dari KTEL Macedonia. Aku sendiri tidak naik bus ini, tetapi jadwal bus berikut harganya bisa dicek di websitenya,
Untuk memulai pendakian, kamu bisa mulai langsung dari Litochoro melalui rute sepanjang Enipeas gorge ke Prionia, di mana ada sebuah tempat parkir dan kios kecil. Opsi yang lebih mudah, seperti yang aku lakukan, adalah dengan menyetir langsung sampai ke Prionia dari Litochoro dengan durasi sekitar 30-45 menit.
Lihat di bawa untuk rute dari Litochoro (mulai dekat Myloi restaurant) ke Prionia, yang lamanya bisa sampai tiga jam.
Dari Prionia ke pondok gunung Spilios Agapitos (mountain refuge)
Litochoro adalah tempat pertama kita untuk pendakian kali ini. Kotanya sendiri jelas terlihat sebagai kota turis, berharap akan pengunjung dan petualang yang singgah. Ada sebuah gereja Kristen Ortodoks kecil di alun-alun kota yang pada saat itu sedang menggelar pesta nikah tradisional Yunani. Kita menyarankan untuk menyetok makanan untuk pendakian dari salah satu supermarket yang ada di kota.
Kita pun mencari tempat menginap kita malam itu, sebuah hotel cantik (Arhontiko Aprhodite) dengan pemandangan gunung dari kamarnya. Pemiliknya baik hati dan bahkan menawarkan untuk spesial bikin sarapan pagi-pagi buta sebelum kita mendaki. Bahkan, dia memberi kita daun herbal kering untuk membuat teh gunung ala Yunani.
Pagi berikutnya, masih dalam kegelapan, kita melanjutkan perjalanan ke awal mula trail naik gunung, yang di mana ada kios kecil Prionia, di ketinggian sekitar 1100 meter.
Saat fajar menyingsing, kita pun berangkat. Perlahan tapi pasti, jalannya membawa kita ke dalam hutan dan semakin naik ke dalam perut taman nasional Olympus, semakin dekat ke tempat bersemayam para dewa-dewa.
Di perjalanan naik, kita bertemu banyak orang yang sedang turun setelah menaklukkan gunung Olympus. Beberapa mungkin kecewa juga tidak bisa bertemu Zeus. Beberapa orang juga sedang mendaki. Ada yang juga bertanya sembari bercanda, “Kalian sudah bikin janji dengan Zeus di atas sana ya?”.
Tujuan pertama kita adalah Spilios Agapitos, sebuah pondok gunung di ketinggian 2100 meter di mana kita akan bermalam nantinya. Butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke sana. Pondok ini terletak sekitar separuh jalan sampai ke puncak. Fasilitasnya hanya mendasar saja. Ada shower air dingin, dingin seperti es. Mereka jual makanan minuman dengan harga wajar.
Kita sudah menelpon pondok itu sehari sebelumnya untuk reservasi dua tempat tidur di sebuah bangsal besar. Tampaknya tidak perlu juga mereservasi karena bangsalnya kosong, hanya ada tiga atau empat orang lain. Rasanya karena bukan akhir pekan dan sudah musim gugur. Saat musim panas pasti banyak sekali orang, tua dan muda. Tapi aku tidak keberatan juga kalau tempatnya kosong.
“Kalian sudah bikin janji dengan Zeus di atas sana ya?”
Lelucon dari satu pendaki gunung Olympus
Ke puncak gunung Olympus
Setelah istirahat sebentar di pondok, kita meneruskan pendakian. Dua jam lagi setidaknya. Semakin tinggi, kabut semakin tebal, tak bisa melihat jauh-jauh, hanya jalan di depan mata saja. Kondisinya memang pas, para dewa-dewa pasti sedang menunggu di takhtanya di balik kabut. Tapi aku agak kecewa sebenarnya karena seharusnya tanpa kabut pemandangan bisa jelas terlihat.
Hutannya mulai habis semakin ke atas, hanya meninggalkan lahan kosong berbatu-batu seperti di bulan. Tidak ada kehidupan, hanyalah lusinan hiker-hiker lelah lainnya.
Aku tidak akan lupa betapa senang perasaanku waktu kabutnya tiba-tiba mulai pergi saat aku sudah mulai capek mendaki. Kita akhirnya sudah di atas kabut dan awan. Aku mulai berlari kegirangan untuk naik melihat pemandangan yang jelas.
Pada saat itu, sohibku sudah mulai kepayahan dengan pendakiannya. Aku sampai sekarang masih tertawa kalo mengingat dia protes setengah bercanda kepadaku kalau dia sedang aku siksa.
Kita akhirnya sampai juga ke dataran berbatu yang sudah sangat dekat dengan puncak tertinggi (Mytikas) yang masih bersembunyi di balik kabut. Puncak ini sejatinya hanya bisa dinaiki dengan perlengkapan mountaineering lengkap, bukan untuk hiker biasa seperti kita.
Puncak tertinggi yang masih bisa kita capai, Skolio, hanyalah lebih pendek kurang dari 100 meter daripada Mytikas. Anggaplah kita sudah menaklukkan gunung Olympus. Kabut mulai datang lagi, melayang di atas dan sekitar kita saat kita tidur-tiduran di atas lantai berbatu. Kita pun berkata ke diri masing-masing,”Mantap! Bangga bro bisa sampai sejauh ini.”.
Kita sedang berada di ketinggian 3000 meter di Yunani utara. Sudah di atas awan. Tidak terlihat apa-apa lagi di bawah, hanya hamparan awan. Di atas hanyalah langit biru yang terkadang diselingi kabut. Kita berbaring di atas lantai berbatu, di antara kabut, menikmati angin gunung semeriwing. Kita sampai! Setidaknya sejauh yang kita bisa.
Kita bersanding dengan para dewa-dewa yang sangat diagungkan di mitologi Yunani kuno. Ya, tidak secara harafiah karena kita tidak melihat ada dewa sama sekali di atas gunung Olympus. Mungkin kita lupa bikin janji dengan mereka. Sayang, padahal aku mau bertanya ke Zeus kalo dia pikir dia cukup layak diperankan oleh Liam Neeson di film Clash of the Titans.
Turun kembali
Masih sedikit kecewa karena tidak bisa bertemu Zeus, kita mulai turun kembali ke pondok. Pada saat ini, kita sudah hiking selama delapan jam. Masih dua jam lagi. Langkah terasa berat. Perlahan tapi pasti, kita berjalan kembali.
Spaghetti yang disediakan di pondok benar-benar terasa sebagai sebuah berkah setelah berjalan selama itu. Salah satu spagehtti paling memuaskan yang pernah aku makan setelah sepuluh jam hiking, dengan kenaikan 2000 meter dan turunan 800 meter. Pencapaian yang membanggakan buatku dan sohibku meskipun dengan semua siksaan yang dia harus jalani denganku. Setidaknya aku bangga dengan kita berdua.
Jalan turun keesokan harinya terasa ringan. Ada satu lagi kejutan buat kita. Satu saat, kita mulai mendengar lonceng dari kejauhan dan perlahan mendekat dan tambah keras. Dengan herannya, sebuah konvoi dengan sekitar lima keledai muncul, dipimpin oleh seorang ‘koboi’ (keleboi?) yang duduk menyamping di keledai terdepan.
Keledai-keledainya sedang membawa pasokan buat pondok. Aku berpikir, bagaimana keledainya bisa melewati trailnya yang terkadang sangat sempit dan susah dilewati. Biarlah itu tetap menjadi misteri yang hanya diketahui oleh keledai-keledai itu dan ‘keleboi’nya.
Sampai ke dasar lagi, kita saling high-five dengan bangganya sehabis menuntaskan hiking yang panjang. Sayang saja kabut menutup kebanyakan gunung Olympus, menyembunyikan puncak-puncak dan pemandangan megahnya. Mungkin para dewa-dewa sedang merasa malu pada hari itu.