Tempat ini mungkin bukan keajaiban alam yang paling terkenal, tetapi Vikos gorge di Yunani menyuguhkan salah satu view paling menakjubkan di Eropa dan seluruh dunia. Kenyataannya, dengan kedalaman 900 meter dan ‘hanya’ 1100 meter antara kedua tepinya, ini adalah ngarai terdalam di dunia, dengan rasio tinggi/lebar yang bahkan lebih hebat daripada Grand Canyon yang tersohor itu.
Vikos gorge ini terletak di bagian barat laut Yunani, di antara desa-desa kecil di pojokan Yunani yang jarang penduduknya ini. Vikos gorge ini menjadi bagian dari taman nasional Vikos–Aoös yang juga mencakup daerah sekitar. Di perjalanan kami ke sana, mudah untuk melihat kenapa tidak banyak pemukiman di sini. Medannya bergunung-gunung hanya dengan jalan belkelok-kelok yang menghubungkan desa-desa.
Ada banyak cara untuk menjelajahi lembah raksasa ini. Selain menikmati keindahannya dari atas, ngarai ini juga bisa diamati dari dasarnya. Ada jalan hiking yang melewati sepanjang ngarai ini, dimulai dari desa Monodendri dan berakhir di Papingo, sekitar 12-13 kilometer yang bisa ditempuh dalam sekitar tujuh jam.
Lihat juga perjalananku ke danau naga (Dragon’s lake atau Drakolimni) yang juga terletak di taman nasional Vikos–Aoös. Kunjungan ke Vikos gorge dan Dragon’s lake bisa digabung untuk benar-benar menikmati keindahan alam daerah ini dengan sesungguhnya.
Cara ke sana
Karena letaknya yang terpencil, cara termudah untuk ke Vikos gorge adalah dengan mobil. Dengan mobil para pengunjung bisa mengunjungi beberapa titik pemandangan (view/vantage points) yang tersebar di seluruh bibir jurang ngarai ini untuk pemandangan yang ajaib. Tidak ada transport umum yang tersedia untuk mengunjungi view points tersebut
Titik masuk paling populer untuk ke area Vikos gorge adalah desa Monodendri di ujung selatan ngarai. Vitsa, pas di selatan Monodendri, merupakan alternatif yang bagus. Keduanya bisa menjadi titik mula ideal untuk berjalan melalui ngarai dari selatan ke utara.
Papingo, di ujung utara ngarai adalah tempat terbaik untuk mereka yang mau berjalan dari utara ke selatan. Semua desa-desa di area ini sangatlah elok dengan rumah-rumah batu unik, beberapa dilukis dengan warna putih-biru khas Yunani.
Kota besar terdekat adalah Ioannina, selatan dari Vikos gorge. Seharusnya ada bus yang berangkat dari Ioannina ke Monodendri atau Papingo, meskipun jarang. Namun aku tidak bisa menjamin ketepatannya.
Titik view di Vikos gorge (vantage/view points)
Di antara desa-desa sekitaran Vikos gorge, kita memilih Monodendri di ujung selatan ngarai sebagai lokasi awal kita. Ada banyak penginapan di desa ini dan pilihan kita jatuh pada Guesthouse Ladia, sebuah penginapan tradisional keluarga yang sederhana namun elok.
Pemiliknya, Lefteris, sangatlah ramah. Dia menawarkan kita minuman panas dan kue-kue kecil waktu kita tiba. Dia mengeluarkan peta besar yang sudah agak kusut dan menunjukkan kita tempat-tempat yang harus kita kunjungi di daerah sekitar. Dia bahkan menawarkan kita minuman keras lokal, yang sayangnya harus aku tolak dengan sopan karena aku masih harus menyetir.
Ada beberapa titik untuk melihat pemandagan ngarai, dan Lefteris menyarankan untuk menuju ke Oxya viewpoint untuk pemandangan paling dashyat. Sebagai orang setempat, dia benar-benar tahu apa yang dia bicarakan. Pemandangan Vikos gorge sangatlah spesial dan ajaib. Sinar matahari sore hari membuat dinding tebing ngarai yang biasanya putih berkilau keemasan.
Berdiri di pinggir jurang dengan hampir satu kilometer ke bawah benar-benar ajaib. Sangat menakutkan dan membuatku merasa sangat kecil dan ciut. Tidak ada pagar, jadi orang-orang harus sangat berhati-hati saat melangkah supaya tidak jatuh. Untung saja aku menolak minuman Lefteris, ini bukanlah tempat yang bagus untuk setelah minum.
Sehabis itu kita menuju ke tempat lain yang terletak di biara Agia Paraskevi di pinggir tebing. Biaranya sendiri terlihat sudah tidak terurus dengan baik, tapi pemandangan ke Vikos gorge sangatlah bagus.
Berjalan melalui ngarai
Untuk berjalan melalui Vikos gorge, lagi-lagi kita mengandalkan Lefteris untuk meminta saran tentang rute yang akan kita lalui, seperti sumber air minum yang terletak di tengah jalan.
Dia juga menawarkan bungkusan makan siang untuk kita. Kita juga sepakat dengan dia untuk menjemput kita di Papingo kembali ke Monodendri di mana kita akan menginggalkan mobil. Jemputan ini sangat disarankan karena tidak ada transportasi umum antara desa-desa ini.
Pada suatu pagi hari yang cerah, kita memulai perjalanan kita. Prospek bakal jalan tujuh jam sudah membuat sohibku gusar. “Aku bakal disiksa lagi hari ini. Tolonggg!”, keluh sohibku waktu itu yang hanya kubalas dengan tawa. Rutenya pertama menurun sampai ke dasar ngarai. Lumayan jauh turunnya, sekitar satu jam, saking dalamnya jurangnya.
Jalan awalnya mudah. Setelah turun, kita hanya harus jalan datar di dasar. Terkadang kita berpapasan dengan orang-orang lain, tetapi sebagian besar hanya kita berdua di tengah keheningan ngarai. Jalannya kebanyakan di samping sungai yang kering di musim gugur ini. Tetapi, hujan di waktu lain bisa mengisi sungai kering ini.
Setelah melewati bagian yang sempit dari ngarai, tempatnya mulai terbuka. Tebing berbatu mulai berubah menjadi lembah dengan pohon-pohon subur. Tetapi bagian yang sulit baru saja akan dimulai. Setelah sekitar enam jam berjalan, rutenya mulai naik. Kabar buruk! Aku mulai mendengan sohibku komplain, “Aku disiksa lagi…”.
Kita mulai melambat. Tetapi, jalan naik juga membuat view yang dilihat berubah. Berjalan di lereng lembah menyuguhkan pemandangan-pemandangan menarik lain. Sebuah pemukiman terlihat di kejauhan di bawah menara batu raksasa, membuat kita mulai senang, tanda tujuan sudah dekat.
Akhirnya kita melewati Vikos gorge setelah delapan jam. Lelah namun puas, kita saling high-five lagi saat kita memasuki peradaban lagi sambil sohibku berkata: “Siksaan berakhir juga!”.