Panarea adalah pulau berpenduduk terkecil di kepulauan Aeolian Islands, atau Isole Eolie dalam bahasa Italianya. Pulau ini terletak di tengah antara Stromboli yang terkenal itu dan Lipari yang lebih padat penduduknya. Pelayaran kapal antara dua pulau ini selalu berhenti di Panarea, membuat tempat ini ideal untuk dikunjungi sehari (day trip).

Meskipun kecil, pulau ini sangatlah indah. Laut biru, desa cantik pinggir laut, tebing batu tinggi, dan pemandangan cantik menunggu orang-orang yang menyempatkan dirinya untuk mengunjungi pulau spesial ini.

Day trip ke Panarea ini adalah satu bagian dari petualangan island-hoppingku di Aeolian Islands. Lihat juga cerita-cerita lain dari pulau-pulau lainnya Stromboli, Vulcano, Salina, dan Filicudi.

Panarea's waterfront view
Desa pinggir laut Panarea

Cara ke sana

Seperti yang sudah kusebut sebelumnya, semua pelayaran kapal antara Lipari dan Stromboli di Aeolian Islands berhenti di Panarea. Kapal-kapal ini dioperasikan oleh Liberty Lines yang punya armada kapal cepat jenis catamaran, atau aliscafo dalam bahasa Italianya. Jadwal pelayaran dan harga dapat dilihat di websitenya, atau di booklet yang bisa diperoleh dari kantor mereka di setiap dermaga atau pelabuhan.

Untuk menuju ke Aeolian Islands, pelancong bisa mengambil kapal dari Milazzo, sebuah kota ukuran sedang di utara Sicilia, untuk menuju ke Vulcano atau Lipari sebelum melanjutkan perjalanan ke Panarea. Kapal dari Milazzo juga dioperasikan oleh Liberty Lines.

Tiba di Panarea

Aku memulai day tripku ke Panarea dari Stromboli. Dengan tiket kapal yang sudah aku beli di dermaga Stromboli, aku menaiki kapal pagi hari ke Panarea. Turun di sebuah dermaga kecil, sebuah desa turis kecil menyambutku, lengkap dengan banyak restoran, hotel, dan toko suvenir.

Banyak turis duduk-duduk di teras cafe atau restoran sambil menikmati kopi atau segelas bir dingin di bawah matahari musim semi Italia selatan. Tidak ada jalan mobil di pulau ini. Di sini, mobil golflah yang dipakai sebagai mode transportasi, bahkan sebagai taksi.

Ada sebuah toko makanan kecil di mana aku bisa membeli sandwich. Duduk di pinggir laut, aku menikmati makan siang sederhanaku bermandikan sinar matahari. Pulau Stromboli bisa di lihat di kejauhan, yang tampaknya sedang ‘batuk’ asap.

Stromboli, Aeolian Islands
Bukan taksi biasa
View of Stromboli, Aeolian Islands
Stromboli di kejauhan yang sedang ‘batuk’

Hike singkat di Panarea

Selain duduk santai di tempat pinggir laut di Panarea, pengunjung yang lebih suka berpetualang bisa menjelajahi bagian pulau lain dengan jalan kaki. Aku mencari sebuah trail kecil untuk hiking yang menuju ke desa prasejarah di sisi lain pulau. Bahkan di pulau sekecil ini ada jalan untuk hiking. Ada banyak juga orang-orang lain di jalan itu.

Jalurnya membawaku melewati jalur berbatu. Banyak ladang bunga dan kaktus di sepanjang jalan. Kebanyakan jalannya dekat dengan laut dan ada jalan naik di pinggir tebing. Tidak jauh sebenarnya, tetapi terik matahari langsung di atas kepala benar-benar mencurahkan keringat dan menguras tenaga.

Setelah semua tantangan tadi, sampailah aku di reruntuhan itu, yang terletak di atas sebuah dataran menjorok ke laut yang dikelilingi tebing-tebing. Sebuah lokasi yang sangat cantik untuk membangun desa, pikirku. Tidak banyak yang tersisa dari desa itu, hanya sisa reruntuhan dari sesuatu yang tampaknya adalah fondasi-fondasi rumah yang dulu berdiri di situ.

Hiking in Panarea, Aeolian Islands
View dari trail
Hiking in Panarea, Aeolian Islands
Jalan pinggir laut
Lizard at Panarea, Aeolian Islands
Salah satu penduduk lokal Panarea
Hiking in Panarea, Aeolian Islands
Pantai cantik yang tersembunyi
View of Panarea, Aeolian Islands
Reruntuhan desa di atas dataran dikelilingi tebing

“Kamu tak akan pernah tahu seberapa tinggi kamu sudah naik sampai kamu harus turun lagi”

Hiker yang sudah uzur di Panarea

Setelah puas mengelilingi reruntuhan itu, aku pun mulai melangkah kembali ke dermaga mengikuti rute yang sama. Saat menuruni sisi tebing yang rasanya tak ada habisnya, seorang bapak yang sudah berusia lanjut yang juga tampak lelah menuruni tebing itu berkata kepadaku, “Kamu tak akan pernah tahu seberapa tinggi kamu sudah naik sampai kamu harus turun lagi”. Aku pun mengangguk setuju sembari meneruskan perjalanan kembali ke dermaga untuk menunggu kapal selanjutnya ke Salina.

Tentang Penulis

Asli Indonesia, mulai kecanduan traveling sejak menetap di Eropa.

Anda mungkin juga menyukai: